Rabu, 29 November 2017

REVIEW: SARLITA DENTAL CARE MALANG

Dok. Pribadi

Mumpung masih dalam rangka Bulan Kesehatan Gigi Nasional (12 September-29 November 2017), lah, udah hari terakhir dong, haha,, kali ini saya akan sedikit berbagi pengalaman seputar pergigian (istilah apa ini?)

Sebenarnya, saya bukan orang yang saklek harus periksa gigi pas BKGN. Cuma, karena merasa gigi udah mulai nggak nyaman buat makan, ya sudah lah....

Berhubung kalau di dokter gigi langganan harus antri 3 bulan, yang berarti baru dapat giliran tahun depan (beuh,, keburu kurus gara-gara nggak enak makan, hihi,,), akhirnya saya browsing-browsing alternatif lain.

Sempat tanya saudara kanan kiri (jatuhnya malah bingung, haha,,,), akhirnya saya memilih ke Sarlita Dental Care (SDC) setelah melihat beberapa review-nya di google

Nah, bagusnya SDC buka  jam 9.00-12.00 dan 18.00-21.00, jadi bisa berangkat pagi. Musim hujan gini siang sampe malem pasti hujan nggak berhenti.

Sampai sana saya nunggu karena belum buka (terlalu bersemangat, jadi kepagian, haha,,). Sekitar 7 menit, akhirnya si mas asisten datang dan buka klinik.

Tempatnya nyaman. Ada ruang tunggu luar dan dalam yang dilengkapi majalah dan televisi. Disediakan juga sandal ruangan yang bersih.

Karena baru pertama kali kesana, saya mengisi form biodata diri. Terus saya sampaikan keluhan saya ke mas asisten dan perawatan apa yang bakal saya ambil. Setelah itu baru masuk ke ruang tindakan.

Begitu masuk, saya disambut drg. Mila. Saya ceritakan keluhan gigi  yang ngilu kalau dibuat makan. Setelah difoto, ternyata ada lubang yang harus ditambal. Okelah...

Proses tambalnya juga nggak butuh waktu lama dan nggak sakit (pakai laser). Mumpung masih sepi, saya akhirnya lanjut scaling (pembersihan karang gigi). Proses selesai kurang dari 30 menit. Gigi langsung berasa bersih dan nyaman.

Kata dokter, gigi saya termasuk kuat dan sehat (yaiyalah,, dari kecil diseret-seret sama bapak wajib perawatan gigi. haha....), jadinya dokter cuma ngasih beberapa saran untuk merawat gigi yang baik dan benar.

Pas bayar, ternyata harganya cukup terjangkau. 100 ribu untuk tambal dan scaling 200 ribu. Jadi total 300 ribu. Wuah,,, leganya....

Notes: Jangan takut ke dokter gigi, gara-gara suara alatnya yang ngiiing...ngiiing (kayak bor) itu. Haha.... :D Soalnya sekarang alatnya udah canggih banget (bisa meminimalkan rasa sakit). Salam gigi sehat dan senyum ceria :)

Sabtu, 04 November 2017

REVIEW: SIRKUS POHON

 
Foto: Bukalapak
Apa yang ada di pikiran kalian saat pertama kali mendengar kata sirkus? Atraksi. Permainan. Badut. Akrobat binatang. Ataupun lainnya.

Sirkus Pohon. Judul buku terbaru Pak Cik ini segera menarik perhatian saya. Apakah akan ada atraksi pohon? Pohon yang jungkir balik? Pohon warna-warni meriah layaknya badut dalam sirkus? Enyahkan saja jika ada pikiran lugu macam itu.

Seperti tulisan sebelumnya, kali ini Andrea Hirata masih berkutat pada pada konflik sosial, budaya, dan kehidupan masyarakat asli Belitong.

Cerita berawal dari sang tokoh utama, Sobrinudin bin Sobirinudin alias Sobri alias Hob. Hob merupakan seorang pemuda yang bolehlah disebut "gagal" dalam hidupnya. Putus sekolah, mantan narapidana, bukan pekerja tetap, serta bujang lapuk.

Tapi segera setelah Hob bertemu Dinda, delima, dan sirkus semuanya berubah. Hob menjadi pekerja tetap dengan seragam badut pada sebuah sirkus keliling "Blasia" yang dimiliki oleh Tara dan ibunya.

Hob bahagia bisa melihat ayahnya tersenyum kembali setelah kematian ibunya. Membuat Azizah, adiknya, tak lagi rongseng  karena Hob telah punya pekerjaan tetap. Hob bahkan bisa melamar Dinda. Semua itu berkat sirkus. "Sirkus Pohon"

Namun, layaknya roda yang berputar. Hob harus kembali pada titik dasar kehidupan setelah sirkus kolaps akibat konflik keluarga Tara dan permainan politik. 
Tak hanya itu, Dinda juga menjadi "gila" sebab tragedi delima yang dulu membuatnya jatuh cinta.

Novel ini tak hanya berporos pada kisah Hob. Namun juga ada cerita Tara yang harus pontang-panting mencari cinta pertamanya, "Sang Pembela" di taman bermain pengadilan agama. Kisah cinta yang unik karena Tara sampai menggelar pameran lukisan yang berisi 94 sketsa wajah "Sang Pembela". Yang berakhir indah dengan "Sirkus Surat".

Selain itu ada pula konflik politik pemilihan kepala desa yang melibatkan kisah mistis pohon delima. Sirkus mik, sirkus foto, sirkus sapi, dan sirkus kampanye menjadi babak-babak yang cukup seru untuk disimak. Tawa dan geram akan saling silang selama membaca novel ini.

Dibanding novel sebelumnya, Ayah, yang berhasil menguras emosi. Tangis, haru, dan tawa menjadi satu. Sirkus Pohon tak terlalu mengaduk emosi saya. Istilah sains dan humor rasa Andrea tetap ada, namun terasa hambar. Tetapi saya seolah diajak lebih berpikir maksud novel ini.  Menghubungkannya dengan judul, yang berakhir dengan kesimpulan: Menarik dan luar biasa indah!!