Selasa, 18 Oktober 2022

REVIEW: GURU AINI


Foto: Dok. Pribadi
 
 

Buku ini adalah prekuel dari "Orang - Orang Biasa (OOB)". Kalau OOB menceritakan tentang orang tua & gank-nya yang berjuang mendapat uang untuk biaya kuliah anaknya, di "Guru Aini" terfokus pada perjuangan si anak (Aini) saat menuntut ilmu.

Tumbuh dalam keterbatasan di pedalaman Ketumbi, Bangka Belitung, membuat Aini memiliki ketakutan dalam dirinya saat belajar, terutama saat pelajaran matematika. Tubuhnya gemetar dan perutnya selalu terasa mulas. Alhasil bilangan biner biasa menjadi koleksinya di buku ulangan.

Suatu waktu, ayahnya -sang tulang punggung keluarga- divonis sakit misterius, yang menurut tim medis hanya bisa disembuhkan oleh dokter ahli di ibukota provinsi.

Kondisi itulah yang melecut semangat Aini tiba-tiba bercita-cita menjadi dokter. Mustahil!!! 
Tak ada seorang pun yang yakin. Bahkan Aini sendiri. 
Sahabat bahkan gurunya berusaha membujuk untuk menghentikan rencana konyol itu. Haha...
 

Aini tak menyerah. Hal pertama yang terpikirkan adalah dia HARUS belajar matematika pada Guru Desi. Sosok guru idealis, nyentrik, tapi cerdas luar biasa. Tak mudah untuk diterima menjadi muridnya. Guru Desi berkali-kali dibuat muntab dan patah arang karena kebebalan Aini. Guru Desi bahkan sempat menolak penghargaan guru terbaik, karena merasa gagal mengajari Aini.

Pada akhirnya, berkat perjuangan keduanya, mengutip perkataan Guru Desi, "Pasir (Aini) itu telah berubah menjadi berlian". Aini menjadi salah satu lulusan terbaik sekolah dan berhasil diterima di fakultas kedokteran. Yai!!!

Namun, masalah lain masih harus dihadapi Aini, sebagai kaum marjinal. Biaya untuk masuk fakultas kedokteran, jelas tidak terjangkau keluarganya.

Gagalkah Aini memperjuangkan mimpinya?

Perasaan kita akan dibuat campur aduk saat membaca buku ini. Bahagia, lucu, sedih, frustasi, namun disaat bersamaan juga meletupkan semangat untuk belajar.

 

*Sedikit cerita pribadi.

Nilai matematika saya bisa dibilang medioker. Rata-rata. Hingga saat SMP saya bertemu sosok guru matematika yang luar biasa. Namanya Pak Mindarto (ternyata tetangga Pakde di Gading Malang, jadi masih beberapa kali ketemu, dan beliau gak pernah lupa namaku. Huhu...terharu). Doa sungkem selalu untuk beliau.

Cara mengajar beliau bisa pas saya terima. Tidak hanya memberikan materi ilmu, tapi juga motivasi pada murid-muridnya.

Satu hal yang saya ingat betul, bahwa saya harus bisa merawat ketakutan (bukan menghilangkan) pada matematika ke arah yang positif. Contohnya mulai mengerjakan LKS sebelum disuruh. Ketakutan itu akan membuat kita lebih bertanggung jawab dalam belajar. Menumbuhkan semangat pantang menyerah jika menemukan soal yang sulit. Berani bertanya dan mencari solusi.

Apakah saya jadi jago matematika?

-Yo gak segampang iku lah rek, mbok pikir sulapan langsung dadi?-

Hahaha...

Tapi saya berproses, berkembang sedikit demi sedikit. Hingga di akhir tahun saya berhasil merangsek ke posisi dua teratas. Yai!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar