Senin, 07 Juni 2010

UNAS, KENAPA BEGINI???

Dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan karena banyaknya siswa SMA dan SMP yang tidak lulus Ujian Nasional (UN) 2010. Data yang ditunjukkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, dari 1.522.162 siswa yang mengikuti UN SMA, sebanyak 154.079 (10,12%) dinyatakan tidak lulus atau harus mengulang. Sedangkan untuk tingkat SMP, dari 3.605.163 siswa, sebanyak 350.798 dinyatakan tidak lulus. Rata-rata 10% dari total siswa yang mengikuti UN harus mengulang.

Walaupun Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menyimpulkan bahwa angka ketidaklulusan menurun, tapi kenyataannya masih cukup banyak siswa dan orangtuanya yang kecewa dengan hasil UN 2010. Banyak yang mengatakan bahwa hasil UN itu akibat dari sistem pendidikan di Indonesia yang tidak jelas dan perlu diubah.

Seperti yang kita ketahui, UN merupakan jalan satu-satunya untuk menentukan kelulusan siswa. Tidak ada yang bisa merubahnya, sekalipun pihak sekolah. UN bersifat mutlak. Oleh karena itulah, UN dianggap momok paling menakutkan bagi para siswa. Mereka beralasan bahwa jika mereka tidak lulus, sia-sia perjuangan mereka selama 3 tahun menuntut ilmu, baik SMP maupun SMA. Padahal, banyak dari mereka yang merupakan siswa-siswi berprestasi malah tidak lulus UN. Selain itu, mereka akan mengecewakan orang tuanya. Tak hanya itu, dampak UN bisa mempengaruhi kondisi psikologis siswa. Mereka akan didera rasa ketakutan yang sangat ketika mengikuti UN. Apalagi, jika sampai mereka dinyatakan gagal.

Banyak kasus yang memperlihatkan bahwa hasil UN berdampak kurang baik bagi kondisi psikologis siswa. Seperti menangis, histeris, bahkan ada juga yang sampai kesurupan. Selain itu ada juga siswa yang akhirnya nekat bunuh diri akibat dirinya dinyatakan tidak lulus UN. Banyak juga yang tidak bisa menahan emosi yang sudah meluap-luap dengan melempari sekolahnya dengan batu sampai rusak. Kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan?

Kalau mencari-cari siapa yang patut disalahkan, jelas tidak ada pihak yang mau disalahkan. Karena semua pihak yang terlibat merasa sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Pemerintah sebagai penyelenggara UN merasa sudah memberikan sistem pendidikan yang baik. Pemerintah sudah memberikan materi-materi yang sesuai dengan standar UN. Begitu juga guru-guru di sekolah. Mereka pun sudah membimbing siswanya untuk belajar sesuai dengan materi yang akan di-UN-kan. Para orangtua juga sudah mengawasi putra-putrinya ketika belajar dan juga berdo’a demi keberhasilan mereka. Tak ketinggalan para siswa yang sudah mempersiapkan dirinya jauh-jauh hari untuk menghadapi UN. Mereka belajar keras siang malam demi mendapat hasil yang terbaik. Namun apa yang terjadi pada mereka?

Cukup banyak dari mereka yang tidak lulus UN. Bahkan ada sekitar 267 sekolah yang gagal meluluskan anak didiknya alias tidak lulus 100%. Para siswa yang tidak lulus UN merasa dirinya telah gagal. Mereka seolah sudah tidak memiliki masa depan. Padahal pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional sudah mencanangkan ujian susulan yang digelar mulai tanggal 10-14 Mei 2010. Ujian ulangan itu diperuntukkan bagi siswa yang tidak lulus. Mereka tidak harus mengikuti semua mata pelajaran yang diujikan ulang. Mereka cukup mengulang mata pelajaran yang nilainya di bawah standar kelulusan, yaitu 5,5.

Diharapkan dengan adanya ujian ulangan, para siswa yang tidak lulus bisa memperoleh hasil yang mereka inginkan. Toh, mereka lulus ataupun tidak tetap bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya. Karena nilai UN tidak menjadi syarat utama, kecuali mungkin siswa SMP yang akan melanjutkan ke SMA. Selain itu, hasil ujian ulangan juga dijadikan bahan koreksi oleh Departemen Pendidikan Nasional untuk memperbaiki sistem pendidikan yang selama ini telah mereka buat dan dipakai selama ini. Semoga saja bisa menjadi lebih baik ke depannya. Sehingga UN tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi para siswa, baik SMP dan SMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar