Rabu, 19 Februari 2014

EYANG KITA SEMUA (PART 2)

Okey,karena banyak permintaan untuk melanjutkan stories ini (siapa? siapa? geer banget), akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan kisah tentang eyang ini. Mungkin ini yang masih tersisa di otak saya kemarin yang belum sempat saya sampaikan. Jadi,kalau antiklimaks, gak menarik, gak greget, jangan dihina, tapi simpan di hati saja atau dibuang ke laut (ngomong apa kau selv!!). Iya,iya, sudah cukup basa-basinya. Langsung cekidot saudara-saudara sekalian…

7.    Penyayang dan Perhatian
Walaupun kadang kondisi kesehatannya menurun, begitu dengar ada anak atau cucunya yang sakit, eyang secara langsung melihat kondisinya. Seperti beberapa saat yang lalu, mama saya kambuh sakit maag-nya, eyang dengan langkahnya yang mulai tertatih menyempatkan diri datang ke rumah. Meskipun harus melewati jalan terjal, mendaki gunung, lewati lembah (bukan..bukan.. eyang saya bukan ninja hatori) ----skip skip, itu hanya penggambaran lebay tentang rumah saya yang memang punya banyak tangga naik turun. Begitu sampai di kamar, eyang yang saya tahu kelelahan, berusaha dengan baik menanyakan keadaan mama (terharu banget). Hiks..

Begitu mau pulang, mama selalu menyuruh saya untuk mengantar eyang. Dan seperti sebelumnya begitu saya gandeng tangannya, eyang selalu menampakkan keengganannya. Eyang memang sepertinya tidak terlalu suka dianggap sebagai orangtua yang selalu diperlakukan “tua”. Pun begitu ketika akan berangkat sholat jumat. Eyang akan selalu berangkat sendiri, tidak mau diseberangkan.

EYANG KITA SEMUA (PART 1)

Selasa, 04 Februari 2014 17.05

Entah kenapa sore ini tiba-tiba ingin menulis tentang eyang. Inspirasi memang bisa datang kapan pun. Makanya selagi muncul, saya coba untuk corat-coret sedikit mengenai eyang kakung. Meskipun kondisi badan lagi gak fit, mata dan hidung berair (jadi curhat?? Abaikan). Anggap saja ini biografi (ngarang,,lebay,,), sejarah atau informasi singkat tentang eyang. Hasil pengamatan saya selama ini dan juga tanya kanan-kiri. Thanks a lot to om Bams, sebagai informan utama. Okey gitu aja deh, cap cus ciin.. :D

1.   Profil

Eyang bernama lahir Soemadji. Lahir di Tulungagung, 17 Agustus 1927. Saya tidak begitu tahu tentang kepastian tanggal lahir ini (setelah mengurus dokumen kematian eyang, saya baru tahu bahwa tanggal itu benar). Entah memang benar atau hanya agar mudah diingat. Maklum, pada zaman dulu orang tidak begitu mengingat tanggal lahirnya. Apalagi bagi eyang yang lahir di kota kecil. 

Eyang merupakan anak tunggal dalam keluarganya. Ayahnya meninggal saat masih kecil. Lalu ibunya menikah lagi. Jadi, eyang mempunyai saudara tiri beberapa (saya kurang begitu paham soal ini). Eyang kemudian dirawat oleh paklik dan buliknya. Eyang pernah sekali mencari keluarganya ditemani oleh anak-anaknya, namun hanya menemukan pakliknya saja.

Saya baru saja mendapat kisah lengkapnya dari mama kemarin. Waktu itu setelah bapak saya punya mobil untuk pertama kali, entah kenapa eyang akhirnya mau diajak oleh mama mencari keluarganya (padahal sebelumnya eyang berkali-kali menolak). Singkat kata berangkatlah eyang ditemani kedua orang tua saya ke Tulungagung. Begitu sampai disana, eyang seolah-seolah kembali ke masa kecilnya. Tiap melihat rumah model masa kecilnya eyang selalu menunjuk dan berkata," iku omahku, wid (nama mama saya)". Berkali-kali eyang seperti itu padahal bukan. 

Namun, sepertinya nasib baik masih menghampirinya. Di rumah terakhir yang didatangi, eyang akhirnya menemukan satu-satunya keluarganya yang tersisa, yaitu pakliknya, adik ibunya yang merawat eyang kecil. Sebagai saksi mata, mama melihat mereka saling berpelukan erat dan menangis haru. Pakliknya bahkan sempat berkata "oalah Ji,Ji,, kowe sek urip ta?? (saya menangis saat mendengar kisah ini. Bagaimana tidak? Saya membayangkan bagaimana kehidupan eyang selama ini yang sebatang kara. Tanpa ayah dan ibu yang telah meninggal). Pertemuan itu menjadi terakhir kalinya. Karena setelah itu tidak ada kabar dari pakliknya lagi. apa masih hidup atau sudah meninggal...