Okey,karena banyak permintaan untuk melanjutkan stories ini (siapa? siapa? geer banget), akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan kisah tentang eyang ini. Mungkin ini yang masih tersisa di otak saya kemarin yang belum sempat saya sampaikan. Jadi,kalau antiklimaks, gak menarik, gak greget, jangan dihina, tapi simpan di hati saja atau dibuang ke laut (ngomong apa kau selv!!). Iya,iya, sudah cukup basa-basinya. Langsung cekidot saudara-saudara sekalian…
7. Penyayang dan Perhatian
Walaupun kadang kondisi kesehatannya menurun, begitu dengar ada anak atau cucunya yang sakit, eyang secara langsung melihat kondisinya. Seperti beberapa saat yang lalu, mama saya kambuh sakit maag-nya, eyang dengan langkahnya yang mulai tertatih menyempatkan diri datang ke rumah. Meskipun harus melewati jalan terjal, mendaki gunung, lewati lembah (bukan..bukan.. eyang saya bukan ninja hatori) ----skip skip, itu hanya penggambaran lebay tentang rumah saya yang memang punya banyak tangga naik turun. Begitu sampai di kamar, eyang yang saya tahu kelelahan, berusaha dengan baik menanyakan keadaan mama (terharu banget). Hiks..
Begitu mau pulang, mama selalu menyuruh saya untuk mengantar eyang. Dan seperti sebelumnya begitu saya gandeng tangannya, eyang selalu menampakkan keengganannya. Eyang memang sepertinya tidak terlalu suka dianggap sebagai orangtua yang selalu diperlakukan “tua”. Pun begitu ketika akan berangkat sholat jumat. Eyang akan selalu berangkat sendiri, tidak mau diseberangkan.
8. Eyang dan Cucunya
Tiap awal bulan, setelah ambil gaji pensiunannya, eyang selalu menyempatkan diri membeli oleh-oleh kecil untuk cucunya. Mau tau apa itu? Ehmm, kasih tau gak ya?Halah kelamaan.. eyang selalu memberikan kami satu pak yakult dan beberapa camilan kecil (gitu aja lama -__- )
Hal paling menarik, ketika si kecil Aldha main ke rumah eyang, eyang selalu memberi uang 10 ribu rupiah agar Aldha mau joget. Dan seperti kebanyakan anak kecil zaman sekarang yang terserang demam joget caisar, jogetlah anak berumur 5 tahun tersebut di depan kami semua. Full dari awal sampai akhir, dengan musiknya yang dinyanyikan sendiri (ya walaupun cuma nananana). Bahkan kadang si kecil mau menambahi goyang oplosan. Alamaak.. rusak sudah..
Tapi,itu menjadi hiburan tersendiri bagi eyang.
Sekedar flashback, kalau mbak jemblem dulu jago goyang Inul, maka Aldha iwul adalah penerusnya. Walaupun berbeda goyangan. Hehe..
9. Eyang dan Ibuk
Entah apa yang akan saya tulis tentang mereka berdua. Kalau zaman dahulu ada kisah cinta sejati romeo dan Juliet, atau sekarang habibie dan ainun, mungkin mereka bisa menjadi salah satu contoh kisah cinta sejati di kehidupan nyata dan di depan mata saya. Seperti yang sempat saya singgung di awal, bahwa mereka menikah karena perjodohan. Jangankan saling cinta, saling kenal pun tidak. Tapi,Alhamdulillah pernikahan itu tetap terjalin hingga saat ini. Kalau dihitung kurang lebih 60 tahun mereka telah hidup bersama. So sweet..
Menurut informasi dari mama, selama pernikahan mereka hampir tidak pernah bertengkar. Sifat ibuk yang cenderung cerewet, rupanya bisa teredam dengan sifat eyang yang pendiam dan kalem. Informasi yang saya dapat pula, selagi mereka bersama mereka selalu tidur di satu kasur yang sama tidak pernah terpisahkan. Mereka bahkan masih sering menyempatkan waktu bercengkerama di teras rumah saat sore hari. Hayoo,, cucu-cucunya dicontoh yak..
10. Kursi malas dan Kursi Goyang
Dua spot ini menjadi tempat favorit eyang. Eyang menghabiskan sebagian besar waktu santainya dengan duduk di kursi malas kesayangannya sambil menonton tv di ruang tengah. Acara favoritnya Raden Kian Santang dan Gadjahmada. Waktu dulu ada Cinta Fitri, eyang dan ibuk juga nggak pernah terlewat.
Ada kejadian lucu yang terjadi dengan kursi malas eyang, lebih tepatnya “mengorbankan” ibuk. Waktu itu, kursi malas rusak di bagian kaki ujung. Entah lupa atau memang keasyikan melihat tv, ibuk tanpa melihat ke belakang langsung saja gitu meletakkan pantatnya di kursi. Alhasil, jatuhlah ibuk beserta makanan yang dibawanya. Bukannya menolong, eyang malah nyeletuk “Oalah sri,,sri,, ngono ae gak diwasno”. Kontan semua yang ada di ruangan tertawa :D (Hihi,, cucu durhaka,,ngetawain ibuk).
Soal kursi goyang, baru sekitar 2 tahun yang lalu eyang mempunyainya. Kursinya diletakkan di teras depan menghadap jalan raya. Eyang menghabiskan pagi harinya sambil membaca koran di sana, kadang sampai tertidur. Begitu pun saat sore juga sering duduk disana. Itupun bila kursinya tidak disabotase oleh cucu-cucu dan cicit “durhaka”,macam yang nulis ini, Aime, Aldha, Alfi, Tika, bahkan mas Indra dulu sambil jaga counter pulsa sering menikmati duduk di kursi kebesaran eyang tersebut.
11. Sepakbola,Bulutangkis, dan Tinju
Ketiga tayangan olahraga tersebut merupakan favorit eyang. Pertama, sepakbola. Menonton tayangan bola di tv merupakan kegiatan favorit eyang, dan seluruh keluarga kami. Selalu seru nonton bola bersama eyang. Eyang seolah menjadi komentator tambahan. Yang kadang kesel saat tidak terjadi gol atau ikut berteriak senang saat gol tercipta. Kecintaan eyang pada sepakbola bisa dibilang luar biasa. Hal ini terlihat dari pengakuan ceu Tika, yang menonton pertandingan AFF U-19, antara Indonesia vs Filipina. Pertandingan yang menguras tenaga dan emosi,karena berjalan hingga penentuan adu pinalti tersebut, ditonton penuh oleh eyang didampingi ceu Tika. Sepertinya semangat “jebret” itu juga menulari semangat eyang di usianya yang hampir menginjak 87 tahun tersebut. Saya saja yang nonton di kamar sendirian, saat teriak harus ditutup selimut. Hihihi…
Kedua,bulutangkis. Eyang juga suka menonton olahraga ini. Walaupun tidak selalu menonton. Ada cerita lucu. Kata mama dulu waktu masih jaman Rudi Hartono main (angkat tangan dah, beda generasi cuy...) saking tegangnya muka eyang serius banget. Waktu akhirnya kalah, tampak raut kecewa itu. Ajaibnya, justru ibuk yang pingsan lihat idolanya kalah (what the moment...)
Nah, yang terakhir tinju. Untuk yang satu ini eyang kompak sama bapak saya suka nonton bareng. Saya yang tidak suka adegan kekerasan dan tidak mengerti bagaimana aturan permainan ini sangat jarang mendampingi eyang menontonnya.
12. Eyang dan Kondisi Kesehatannya
Sebenarnya, berat menuliskan bagian ini. Tapi, akhirnya saya memutuskan untuk menulisnya karena bagaimana pun hal ini tidak bisa lepas dari kehidupan eyang.
Mengingat usianya yang sudah cukup sepuh, adalah hal yang wajar jika kesehatannya mulai menurun. Beberapa waktu terakhir eyang bahkan sempat berkali-kali pingsan. Bahkan saat sedang nonton tv dan sehabis sholat. Yang terakhir, kemarin siang pun eyang pingsan di tempat tukang cukur langganan. Rupanya eyang kelelahan setelah antre mengambil gaji di kantor pos. Jujur, melihat kondisi eyang kemarin sempat membuat saya takut. Namun, berkat kekuatan eyang yang luar biasa, eyang sadar kembali dan kembali ke kondisinya semula.
Meskipun begitu, eyang termasuk jarang mengeluhkan rasa sakit yang dirasakannya. Mungkin karena sifatnya yang pendiam itu. Eyang selalu merasa kuat di depan anak dan cucunya. Eyang seolah tidak ingin merepotkan kami.
Seperti kejadian 1-2 tahun yang lalu saat eyang menjalani operasi jempol kaki. Eyang yang berangkat ke rumah sakit dengan tujuan check up rutin, tidak mengatakan apapun.Tahu-tahu begitu sampai di rumah sakit eyang meminta dokter untuk mengoperasi mencabut kuku jempol kakinya yang telah lama sakit. Saat itu mas Indra yang mengantar eyang jelas panik dan khawatir. Begitu pun kami semua yang dihubungi mas Indra. Tapi, Alhamdulillah eyang sehat dan jempol kakinya pulih kembali.
Hal yang selalu saya lihat, saat kondisi eyang sehat, eyang selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki setiap pagi sebagai olahraganya. Eyang juga masih sering duduk di bebatuan depan rumah sambil mencabuti rumput yang ada disana. Atau bahkan "metani" bunga-bunga dari ulat-ulat yang sering muncul. Eyang selalu nampak kuat di mata kami, walaupun saya tahu itu mungkin agak dipaksakan. Eyang orang yang tidak bisa diam untuk selalu bekerja dan tidak pernah mengeluhkan apa pun.
Semoga eyang sehat, selalu bisa mendampingi kami. Eyang selalu kuat buat kami. We love you, yang… :’)
Ya,mungkin ini akhir kisah yang bisa saya tulis kali ini. Kalau suatu saat saya menemukan hal yang menarik lagi, insyaallah akan saya bagi kembali kepada saudara-saudara semua. Saya tidak tahu apa yang merasuki saya hingga bisa membuat tulisan sebanyak 2000 kata tentang eyang dengan lancar selama 2 hari ini. Mungkin karena saya sangat sayang eyang. Satu-satunya kakek yang saya punya dan saya kenal selama hidup saya. Hiks.. mewek,, deh..
7. Penyayang dan Perhatian
Walaupun kadang kondisi kesehatannya menurun, begitu dengar ada anak atau cucunya yang sakit, eyang secara langsung melihat kondisinya. Seperti beberapa saat yang lalu, mama saya kambuh sakit maag-nya, eyang dengan langkahnya yang mulai tertatih menyempatkan diri datang ke rumah. Meskipun harus melewati jalan terjal, mendaki gunung, lewati lembah (bukan..bukan.. eyang saya bukan ninja hatori) ----skip skip, itu hanya penggambaran lebay tentang rumah saya yang memang punya banyak tangga naik turun. Begitu sampai di kamar, eyang yang saya tahu kelelahan, berusaha dengan baik menanyakan keadaan mama (terharu banget). Hiks..
Begitu mau pulang, mama selalu menyuruh saya untuk mengantar eyang. Dan seperti sebelumnya begitu saya gandeng tangannya, eyang selalu menampakkan keengganannya. Eyang memang sepertinya tidak terlalu suka dianggap sebagai orangtua yang selalu diperlakukan “tua”. Pun begitu ketika akan berangkat sholat jumat. Eyang akan selalu berangkat sendiri, tidak mau diseberangkan.
8. Eyang dan Cucunya
Tiap awal bulan, setelah ambil gaji pensiunannya, eyang selalu menyempatkan diri membeli oleh-oleh kecil untuk cucunya. Mau tau apa itu? Ehmm, kasih tau gak ya?Halah kelamaan.. eyang selalu memberikan kami satu pak yakult dan beberapa camilan kecil (gitu aja lama -__- )
Hal paling menarik, ketika si kecil Aldha main ke rumah eyang, eyang selalu memberi uang 10 ribu rupiah agar Aldha mau joget. Dan seperti kebanyakan anak kecil zaman sekarang yang terserang demam joget caisar, jogetlah anak berumur 5 tahun tersebut di depan kami semua. Full dari awal sampai akhir, dengan musiknya yang dinyanyikan sendiri (ya walaupun cuma nananana). Bahkan kadang si kecil mau menambahi goyang oplosan. Alamaak.. rusak sudah..
Tapi,itu menjadi hiburan tersendiri bagi eyang.
Sekedar flashback, kalau mbak jemblem dulu jago goyang Inul, maka Aldha iwul adalah penerusnya. Walaupun berbeda goyangan. Hehe..
9. Eyang dan Ibuk
Entah apa yang akan saya tulis tentang mereka berdua. Kalau zaman dahulu ada kisah cinta sejati romeo dan Juliet, atau sekarang habibie dan ainun, mungkin mereka bisa menjadi salah satu contoh kisah cinta sejati di kehidupan nyata dan di depan mata saya. Seperti yang sempat saya singgung di awal, bahwa mereka menikah karena perjodohan. Jangankan saling cinta, saling kenal pun tidak. Tapi,Alhamdulillah pernikahan itu tetap terjalin hingga saat ini. Kalau dihitung kurang lebih 60 tahun mereka telah hidup bersama. So sweet..
Menurut informasi dari mama, selama pernikahan mereka hampir tidak pernah bertengkar. Sifat ibuk yang cenderung cerewet, rupanya bisa teredam dengan sifat eyang yang pendiam dan kalem. Informasi yang saya dapat pula, selagi mereka bersama mereka selalu tidur di satu kasur yang sama tidak pernah terpisahkan. Mereka bahkan masih sering menyempatkan waktu bercengkerama di teras rumah saat sore hari. Hayoo,, cucu-cucunya dicontoh yak..
10. Kursi malas dan Kursi Goyang
Dua spot ini menjadi tempat favorit eyang. Eyang menghabiskan sebagian besar waktu santainya dengan duduk di kursi malas kesayangannya sambil menonton tv di ruang tengah. Acara favoritnya Raden Kian Santang dan Gadjahmada. Waktu dulu ada Cinta Fitri, eyang dan ibuk juga nggak pernah terlewat.
Ada kejadian lucu yang terjadi dengan kursi malas eyang, lebih tepatnya “mengorbankan” ibuk. Waktu itu, kursi malas rusak di bagian kaki ujung. Entah lupa atau memang keasyikan melihat tv, ibuk tanpa melihat ke belakang langsung saja gitu meletakkan pantatnya di kursi. Alhasil, jatuhlah ibuk beserta makanan yang dibawanya. Bukannya menolong, eyang malah nyeletuk “Oalah sri,,sri,, ngono ae gak diwasno”. Kontan semua yang ada di ruangan tertawa :D (Hihi,, cucu durhaka,,ngetawain ibuk).
Soal kursi goyang, baru sekitar 2 tahun yang lalu eyang mempunyainya. Kursinya diletakkan di teras depan menghadap jalan raya. Eyang menghabiskan pagi harinya sambil membaca koran di sana, kadang sampai tertidur. Begitu pun saat sore juga sering duduk disana. Itupun bila kursinya tidak disabotase oleh cucu-cucu dan cicit “durhaka”,macam yang nulis ini, Aime, Aldha, Alfi, Tika, bahkan mas Indra dulu sambil jaga counter pulsa sering menikmati duduk di kursi kebesaran eyang tersebut.
11. Sepakbola,Bulutangkis, dan Tinju
Ketiga tayangan olahraga tersebut merupakan favorit eyang. Pertama, sepakbola. Menonton tayangan bola di tv merupakan kegiatan favorit eyang, dan seluruh keluarga kami. Selalu seru nonton bola bersama eyang. Eyang seolah menjadi komentator tambahan. Yang kadang kesel saat tidak terjadi gol atau ikut berteriak senang saat gol tercipta. Kecintaan eyang pada sepakbola bisa dibilang luar biasa. Hal ini terlihat dari pengakuan ceu Tika, yang menonton pertandingan AFF U-19, antara Indonesia vs Filipina. Pertandingan yang menguras tenaga dan emosi,karena berjalan hingga penentuan adu pinalti tersebut, ditonton penuh oleh eyang didampingi ceu Tika. Sepertinya semangat “jebret” itu juga menulari semangat eyang di usianya yang hampir menginjak 87 tahun tersebut. Saya saja yang nonton di kamar sendirian, saat teriak harus ditutup selimut. Hihihi…
Kedua,bulutangkis. Eyang juga suka menonton olahraga ini. Walaupun tidak selalu menonton. Ada cerita lucu. Kata mama dulu waktu masih jaman Rudi Hartono main (angkat tangan dah, beda generasi cuy...) saking tegangnya muka eyang serius banget. Waktu akhirnya kalah, tampak raut kecewa itu. Ajaibnya, justru ibuk yang pingsan lihat idolanya kalah (what the moment...)
Nah, yang terakhir tinju. Untuk yang satu ini eyang kompak sama bapak saya suka nonton bareng. Saya yang tidak suka adegan kekerasan dan tidak mengerti bagaimana aturan permainan ini sangat jarang mendampingi eyang menontonnya.
12. Eyang dan Kondisi Kesehatannya
Sebenarnya, berat menuliskan bagian ini. Tapi, akhirnya saya memutuskan untuk menulisnya karena bagaimana pun hal ini tidak bisa lepas dari kehidupan eyang.
Mengingat usianya yang sudah cukup sepuh, adalah hal yang wajar jika kesehatannya mulai menurun. Beberapa waktu terakhir eyang bahkan sempat berkali-kali pingsan. Bahkan saat sedang nonton tv dan sehabis sholat. Yang terakhir, kemarin siang pun eyang pingsan di tempat tukang cukur langganan. Rupanya eyang kelelahan setelah antre mengambil gaji di kantor pos. Jujur, melihat kondisi eyang kemarin sempat membuat saya takut. Namun, berkat kekuatan eyang yang luar biasa, eyang sadar kembali dan kembali ke kondisinya semula.
Meskipun begitu, eyang termasuk jarang mengeluhkan rasa sakit yang dirasakannya. Mungkin karena sifatnya yang pendiam itu. Eyang selalu merasa kuat di depan anak dan cucunya. Eyang seolah tidak ingin merepotkan kami.
Seperti kejadian 1-2 tahun yang lalu saat eyang menjalani operasi jempol kaki. Eyang yang berangkat ke rumah sakit dengan tujuan check up rutin, tidak mengatakan apapun.Tahu-tahu begitu sampai di rumah sakit eyang meminta dokter untuk mengoperasi mencabut kuku jempol kakinya yang telah lama sakit. Saat itu mas Indra yang mengantar eyang jelas panik dan khawatir. Begitu pun kami semua yang dihubungi mas Indra. Tapi, Alhamdulillah eyang sehat dan jempol kakinya pulih kembali.
Hal yang selalu saya lihat, saat kondisi eyang sehat, eyang selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki setiap pagi sebagai olahraganya. Eyang juga masih sering duduk di bebatuan depan rumah sambil mencabuti rumput yang ada disana. Atau bahkan "metani" bunga-bunga dari ulat-ulat yang sering muncul. Eyang selalu nampak kuat di mata kami, walaupun saya tahu itu mungkin agak dipaksakan. Eyang orang yang tidak bisa diam untuk selalu bekerja dan tidak pernah mengeluhkan apa pun.
Semoga eyang sehat, selalu bisa mendampingi kami. Eyang selalu kuat buat kami. We love you, yang… :’)
Ya,mungkin ini akhir kisah yang bisa saya tulis kali ini. Kalau suatu saat saya menemukan hal yang menarik lagi, insyaallah akan saya bagi kembali kepada saudara-saudara semua. Saya tidak tahu apa yang merasuki saya hingga bisa membuat tulisan sebanyak 2000 kata tentang eyang dengan lancar selama 2 hari ini. Mungkin karena saya sangat sayang eyang. Satu-satunya kakek yang saya punya dan saya kenal selama hidup saya. Hiks.. mewek,, deh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar