![]() |
Foto: www.iconshut.com |
Alhamdulillah, hari ini tepat seperempat
abad usia saya. 25. Sebuah usia yang menurut saya tepat untuk memulai kehidupan
baru yang lebih baik. Dari segi spiritual, psikologis, dan sosial. Usia dimana
rasa syukur pada Allah harus selalu dirapalkan karena telah memberi kesempatan mencapai
usia 25 tahun. Tak terasa setahun lalu telah terlewati. Tahun ke-24 yang saya jalani
dengan berbagai kisah.
1. Bali
Setelah beberapa tahun
silam, akhir tahun 2014 menjadi kunjungan kedua saya ke pulau Dewata. Bersama
mama tersayang dan adik sepupu, Tika, kami bergabung dalam rombongan perjalanan.
Selama tiga hari, kami mengunjungi beberapa tempat eksotis di Bali. Tepat tanggal
22 Desember 2014, kami merayakan hari ibu dengan makan malam romantis di tepi pantai
Jimbaran. Momen yang menyenangkan dan tak terlupakan.
2. Berbagi Ilmu
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Agaknya idiom
ini yang membuat saya berani maju untuk berbagi ilmu yang saya punya. Lebih
tepat, saya menyebutnya belajar bersama karena jujur masih ada banyak hal yang
tidak saya ketahui atau bahkan melupakannya. Adik-adik baru saya inilah yang
mengajarkan saya berbagai makna hidup. Senang, sedih, kecewa, tangis, putus
asa, kelabilan emosi, hingga semangat yang meletup-letup pada diri mereka, telah
berhasil mewarnai kehidupan saya. Kehidupan yang acapkali naik turun macam jet coaster di wahana bermain. Terima
kasih Mel, San, Ning, Nik, Van, Ay, Fa, dan Dha. I love you, kids! I like your spirit and keep laughs!!
3. Menulis dan ngeblog
Menulis telah menjadi jiwa, bagian tak terpisahkan dalam diri yang introvert
ini. Menulis adalah sarana untuk mengungkapkan isi hati, yang tak pernah
sanggup kubagi pada seseorang. Menulis telah mengaktifkan kerjasama otak, hati
dan tanganku menjadi sebuah karya. Menulis tak pernah membuatku merasa lelah,
justru menjadi penyemangat dan kekuatan
di saat lemah. Menulis mengajarakanku tentang berbagi rasa, berbagi
dunia, hingga berbagi suka duka.
Tak pernah saya merasa hebat dengan tulisanku, justru membuatku semakin
rendah diri. Betapa banyak hal di dunia ini yang telah diciptakan Allah dalam
rangka mengiringi umat-Nya menjalani kehidupan. Betapa ribuan , jutaan, bahkan
milyaran atau triliyunan kata yang ada sanggup mewakili kebesaran-Nya. Itulah
yang semakin mendorong saya untuk selalu mensyukuri nikmat kemudahan dalam
merangkai kata. Menyusunnya menjadi satu kalimat, paragraf, dan halaman dalam
sebuah tulisan.
Tahun ini, menginjak 7 tahun keaktifanku di dunia blogger. Bukan, saya bukan blogger yang sangat aktif, bukan
pemilik laman yang tulisannya baik dan menginspirasi, bukan pula blogger yang
memiliki pengikut massa. Blog saya fungsikan semacam rumah, wadah menampung
segala uneg-uneg aneh, gila, dan ajaib yang tiba-tiba melintas di kepala.
Usia 24, merupakan titik balik saya untuk mengaktifkan kembali blog yang telah
usang. Membulatkan tekad untuk selalu menulis, minimal sebulan sekali. Entah
ada yang membaca maupun tidak. Saya mencoba mengabaikannya. Begitulah.
4. Patah Hati
Di usia 24 tahun saya merasakan patah hati karena mencintai
seseorang secara diam-diam. Sakit memang. Namun saya belajar sesuatu. Cinta itu
melepaskan dan ikhlas menerima. Cinta tidak hanya membahagiakan,
tetapi harus siap kecewa dan kehilangan.
Sampai saat ini seseorang itu tidak pernah
tahu kalau saya menyukainya. Saya menyukai semangat yang ditularkannya,
perhatiannya, kesederhanaannya, kedewasaannya, juga penjagaannya. Kebersamaan dalam
meniti kesempurnaan akhlak dan iman, serta penyampaian cita-cita yang idealis dalam
menjemput ilmu. Dia tak pernah tahu, kalau itu membuat saya jatuh cinta diam-diam.
Cinta yang tak terkatakan. Begitulah. Sebuah rasa yang berawal diam-diam dan diakhiri
dengan diam-diam pula, membuat kami menjauh dalam jarak yang ikut menjauh.
5.
Surat
Cinta Untuk Bapak
Untuk pertama
kalinya, di usia ke-24, saya memberanikan diri mencurahkan segala isi hati pada
bapak tersayang melalui sepucuk surat di hari ulang tahunnya. Lewat rangkaian
kata yang amburadul, saya sukses membuat bapak meneteskan air mata haru, begitu
pun mama yang ikut membaca. Tak terkira segala rasa hormat, kasih sayang,
penghargaan, dan inspirasi pada sang juara satu seluruh dunia, Bapak Tersayang :) :)
6. Family Time
Tiba-tiba terbesit keinginan dan timbul keharusan untuk selalu menghabiskan
waktu dengan keluarga. Sholat bersama, berdoa bersama, makan bersama, bebersih
rumah bersama, liburan bersama, hingga menjalin kembali silaturahim dengan
keluarga jauh. Kesadaran ini timbul karena waktu yang kita miliki tak akan
pernah lama dan pasti berujung. Tak hanya masalah umur yang merupakan hak Allah.
Tetapi mungkin pula karena keadaan yang pasti akan berubah dan memiliki batasan.
Menikah salah satunya. Sebelum membina keluarga sendiri, saya ingin sekali
memaksimalkan waktu untuk keluarga.
7.
Hijrah
Hijab
Telah saya tempuh
satu dasawarsa hijrah hijab. Waktu begitu cepat berlalu demi memenuhi kewajiban
menutup aurat. Mendekatkan diri pada Sang Pencipta, memperbaiki akhlak yang
jelas tak akan pernah sempurna. Satu janjiku takkan pernah berpaling dari-Nya,
InsyaAllah.
8.
Menikmati
Hobi
Tidak ada salahnya jika kita juga meluangkan waktu sendiri. Memiliki hobi
menjadi salah satu hal yang menyenangkan. Hobi membuat kita bisa sejenak
melepas kepenatan dari rutinitas.
Membaca buku, menonton film, hingga olahraga menjadi hiburan saya di usia
24. Frekuensinya menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Meminjam bertumpuk buku,
memburu buku-buku baru yang menjadi favorit, membuat review buku dan film,
menyambangi bioskop demi melihat perkembangan film Indonesia yang luar biasa,
menjadi agenda tersendiri.
Setiap hari libur, saya memanfaatkan waktu untuk berlari dan bermain
badminton bersama kakak dan adik-adik kecil saya. Menyenangkan sekali dapat
menghirup udara segar dan menikmati matahari subuh menyambut pagi yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar