Cinta
Telah Datang
Hati Dewi sedang berbunga-bunga,
langkah kakinya terasa ringan, senyum tak lepas dari bibir tipisnya. Rasanya
gadis 21 tahun itu ingin berteriak mengungkapkan kebahagiaannya. Judul proposal
skripsi yang telah dipersiapkan sejak awal semester 6 itu telah disetujui oleh
kedua pembimbingnya. Minggu depan dia dijadwalkan seminar proposal. Dia sadar
ini baru langkah awal. Dia berharap proses selanjutnya akan berjalan lancar.
Di dalam angkot yang membawanya
pulang, handphone-nya bergetar tanda panggilan masuk. Dari nomor yang asing.
Dewi memutuskan untuk mengabaikannya. Hingga ketika dia telah turun dari angkot
dan melangkah memasuki halaman, handphone-nya kembali bergetar. Kali ini sebuah
pesan.
“Assalamualaikum,,,
gimana kabarnya?”
Dahi Dewi berkenyit, segera dibalasnya
sms itu.
“Waalaikumsalam,
maaf ini siapa ya?”
Tak menunggu lama, handphone-nya
kembali bergetar.
“Dani. Nomorku gak di-save nih?”
Deg. Detak jantung Dewi serasa
berhenti. Hanya satu nama Dani yang dia kenal. Seorang pemuda yang dikenalnya
setahun lalu lewat jejaring sosial yang kemudian intens menghubunginya.
“Oh, Mas
Dani. Maaf nomornya hilang saat handphone-ku ke-restart.”
Dewi berbohong. Dia memang dengan
sengaja menghapus nomornya bahkan mem-block
jejaring sosial Dani karena suatu alasan, yang Dewi sendiri belum yakini.
Sms itu terus berlanjut. Dani
banyak bertanya dan Dewi menjawab singkat. Lebih tepatnya berhati-hati. Sampai
Dani yang memutus sms itu dengan mengatakan bahwa sebenarnya sedari tadi dia
berada di kelas dan sms secara sembunyi-sembunyi. Tak ayal, Dewi tersenyum
membayangkan tingkah konyolnya. Senyum tipis, setipis aliran dingin yang
tiba-tiba merasuki hatinya.
***
Sebulan berlalu sejak Dewi kembali terhubung dengan Dani. Dari seminar proposal hingga saat ini memulai penelitian tugas akhirnya, Dewi tak lepas dari kata-kata dukungan Dani. Rupanya Dani juga sedang memulai tugas akhirnya. Siswa jurusan elektro itu tampaknya tertular energi Dewi yang begitu semangat mengejar nilai cumlaude dengan waktu tempuh kuliah 3,5 tahun. What an amazing!
Satu
hal yang tidak mereka lakukan. Bertatap muka. Dewi selalu menolak saat Dani
mengajak bertemu di hari libur. Sama yang terjadi dengan satu tahun lalu.
Bedanya, saat ini Dani tak memaksa. Dia lebih memilih menunggu kesiapan Dewi.
Kesabarannya itulah yang kelak membuka hati Dewi.
Drrrtt,,drrrtt,,
Handphone
Dewi bergetar saat dia baru saja menghadap dosen pembimbingnya. 1 pesan baru,
Mas Dani.
“Lagi apa? Sibuk?”
Dewi
pun membalas,
“Nggak kok mas. Ada apa?”
“Nggak ada apa-apa kok. Emang harus
selalu ada alasan untuk sms kamu?”
Dewi
tersenyum membaca sms Dani. Dewi mulai terbiasa dengan sapaan Dani pagi, siang,
bahkan malam. Kekakuan itu mulai mencair. Muncul sifat usil pada Dewi yang
tiba-tiba melakukan panggilan telepon jam 3 pagi. Apakah Dani merasa terganggu?
Tidak. Dia justru senang bisa mendengar suara Dewi. Dani seperti bisa membaca
niatan Dewi yang mengajaknya Tahajud bersama. Bukankah itu indah?
Dewi
pun hadir via suara saat Dani
membutuhkan dukungan karena beberapa kali proposal tugas akhirnya ditolak. Saat
akhirnya Dani melakukan pemaparan, Dani meminta temannya merekam video dan
mengirimkannya pada Dewi. Tak ayal Dewi merasa terkesan dengan ketegaran Dani. Luar
biasa kesabaran pemuda manis itu. Pantang menyerah. Bukankah itu sesuai dengan
profesinya?
***
Bulan
Mei menjadi saat yang membahagiakan bagi Dewi. Dia dinyatakan lulus dengan
predikat cumlaude sesuai harapannya.
Tak sia-sia dia melakukan penelitian dari siang hingga malam mengejar wawancara
narasumber. Pagi itu saat Dewi berada di kampus untuk mendaftar wisuda, dikiriminya
pesan pada Dani.
“Mas aku lulus dengan nilai A :)”
“Alhamdulillah, selamat Dewi. Semoga
aku juga ketularan. Hehe :)”
“Aamiin,, makasih mas”
“Mau hadiah apa?”
“Haha,, ya nggak usah lah mas. Kayak
anak kecil aja. Harusnya aku yang tanya. Kan besok mas yang ulang tahun :P”
“Kok inget? Anggap aja nilai kamu itu
hadiah buat aku”
Lagi-lagi
Dewi dibuat kagum dengan kata-kata Dani. Akankah dia mulai yakin dengan
perasaannya? Entahlah…
***
Sudah
2 minggu ini tak ada kabar dari Dani. Dewi terlalu takut menduga-duga suatu
kemungkinan terburuk. Hatinya tidak siap lebih tepatnya. Kejadian setahun lalu
saat Dani tiba-tiba menghilang tiada kabar sama sekali mulai menghantuinya. Sore
hari Dewi kembali mencoba mengirim pesan.
“Assalamualaikum
mas Dan. Gimana kabarnya? Lagi sibuk ya? Besok aku wisuda. Kalau ada waktu
datang ya,, J”
Satu
menit, satu jam, hingga keesokan hari tak ada balasan dari Dani. Dewi
menguatkan hati. Dia mencoba menerima keadaan yang terjadi. Dia tak ingin
menyalahkan siapapun. Percaya pada takdir Allah. Penerimaan yang tulus.
Tak
ada yang lebih istimewa selain melihat senyum ibu dan ayah Dewi saat prosesi
wisuda. Saat dirinya dinobatkan masuk dalam 10 besar lulusan terbaik. Bahagia
itu pilihan kan? Kita sendiri yang memutuskan, begitu pikir Dewi.
Selesai
prosesi, Dewi melangkah tertunduk meninggalkan gedung. Harapan itu masih
dipupuk dalam hatinya. Begitu dia mendongak, lihatlah, tepat di arah jam 1,
sosok itu hadir. Membawa rangkaian bunga, berseragam hijau loreng kebanggaannya
dengan senyum mengembang bahagia. Cinta itu telah datang.
19:24
Selvi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar