Aha, akhirnya kamu mendapat
kesempatan istimewa jadi objek tulisanku kali ini dan mendapat hak nampang di
blogku. Disebut edisi khusus kalau yang ada di koran atau majalah. Huehehe,,,
Hari ini tepat 23 tahun yang lalu
kamu dilahirkan ke dunia. Seorang bayi mungil, putih bersih, yang membawa
kebahagiaan untuk semua (kata Mas In sebagai baby sitter kamu). Memang aku gak inget secara aku masih dalam masa
toddler (2,5 tahun). Tapi, kini aku
tahu bahwa kehadiranmu telah mewarnai perjalanan hidupku. Aku gak bisa bayangin
bagaimana hidupku diantara para big
brothers yang mengelilingiku. Terima kasih karena kamu terlahir cewek.
Auridha Nisa Fatwantika. Sebaris nama indah yang disematkan oleh kedua orangtuamu dengan berbagai doa yang terkandung di dalamnya. Tika. Tik. Tikung. Ticeu. Au. Ceu. Mba Ceu. Begitu kamu dipanggil oleh orang sekitarmu.
Ceu, aku merasa beruntung
mempunyai saudara sepertimu. Walaupun kita tidak terlahir dari orangtua yang
sama, tapi percayalah eyang dan ibuk kita sama. Yaiyalah...
Kita tumbuh bersama dengan baik
dihiasi keisengan yang sering kita lakukan. Bermain, belajar, berantem, curhat,
olahraga, liburan hingga ngobrol ngalor- ngidul gak jelas. Masih teringat
bagaimana kita sering rebutan mainan, makanan, hingga baju. Saling cubit hingga
nangis pun tak terhindarkan. Aku selalu ingat bagaimana mamaku dan mamamu
berusaha membelikan sesuatu yang sama buat kita. Kalau aku punya, kamu juga
punya. Begitu sebaliknya.
Hal itu membuat ikatan kita
layaknya saudara kandung yang tak terpisahkan (hueekk,,,). Ingatkah kamu pernah
menangis gara-gara aku punya boneka Susan (angkatan 90-an)? Hingga harus pesan
ke Jakarta demi dapat boneka yang sama. Banyak hal yang pada akhirnya membuat
kita memiliki selera yang sama.
Kita
punya baju yang sama beda warna. Aku dominan kuning dan merah, kamu pink dan
oranye. Kita suka boneka Barbie, dari yang kaki lima hingga Matahari. Kita suka
komik Conan. Kita suka Harry Potter. Kita suka drama Korea. Kita suka RAN. Kita
suka SO7. Kita suka Andrea Hirata dan Tere Liye. Kita suka nonton badminton,
sepakbola, motoGP, dan F1. Kita suka hal-hal yang sederhana gak macem-macem.
Kita juga suka nonton film dan coba-coba makanan baru. Oh ya kita juga suka
Nicholas Saputra, Fedi Nuril, dan Rio Haryanto (Haha,,, abaikan). Tak jarang
kita saling kompromi mencari jalan tengah di tengah perbedaan kita. Aku jadi
suka Tailor Swift gara-gara kamu (We love
-Back to December- so much).
Sebaliknya aku pun “memaksa” kamu menyukai Payung Teduh dan the Finest Tree.
Bahkan kita bersama-sama menonton Mata Najwa secara live. How sweet that is!!
Layaknya
komidi putar, tak selamanya kita di bawah, tenang, adem ayem, dan kompak.
Adakalanya saat di atas angin berhembus terlalu kencang hingga bergoyang dan
menimbulkan guncangan. Aku bersyukur kita gak pernah berantem besar sampai
gontok-gontokan. Kita hanya sering berseteru soal Chelsea dan MU. Belanda dan
Jerman. Pedrosa dan Mbahwek Rossi. Ups...
Adakalanya pula komidi putar itu
harus berhenti. Saat yang hening, sepi, tanpa suara mesin. Tahukah kamu? Aku
pernah mengalami saat-saat itu. Kapan? 19 tahun yang lalu. Saat kamu harus
pergi mengikuti kedinasan bapakmu. 11 tahun kita terbentang jarak ± 600 km. Aku
sering menangis, bolak-balik ke rumah ibuk untuk sekedar melihat kamarmu yang
kosong. Seringkali aku juga tidur disana sambil membayangkanmu. Itulah untuk
kali pertama aku disergap perasaan rindu.
Aku ingat betul saat kita
berteleponan. Tak banyak kata yang terucap. Justru tangisan yang meraung-raung
yang aku curahkan di pelukan mama. Begitu pun saat kamu harus kembali setelah
pulang liburan. Kita seolah tegar saling melepas di terminal. Tapi, pada
kenyataannya aku selalu enggan saat diajak bapak pergi. Aku menunggu
keberangkatan kamu, bahkan mobil bapak mengikuti bus yang kamu tumpangi hingga
hilang dari pandangan. Apa yang terjadi? Aku menangis, kamu pun disana
menangis. Hiks...
Mungkin ini yang disebut bahwa
darah lebih kental dari air. Kita berusaha untuk menjaga ikatan dengan saling
berkirim surat (sampai sekarang masih kusimpan). Aku selalu senang menerima
surat darimu. Rasa deg-degan dan tak sabar selalu menghantuiku. Mungkin kita
generasi terakhir yang masih sempat berkirim surat di tengah gempuran teknologi
yang semakin berkembang. Acapkali kita juga saling kirim hadiah, suvenir dan
makanan khas. Tak lupa juga potret kita masing-masing untuk melihat pertumbuhan
kita.
Hingga akhirnya pada tahun 2008,
kabar bahagia itu datang. Kamu akan datang mengikuti kedinasan ayahmu kembali
di kota ini. Tinggal bukan untuk sementara, tapi kembali berkumpul.
Senangnya,,,
My sister from heart,
terimakasih atas waktu-waktu yang kamu curahkan. Mendengarkan curhatku (ssttt,,,
jangan dibocorin, bawa sampai mati. Haha...). Tak terhitung aku sering memotong
pembicaraanmu, miss gantung. Tetaplah
jadi my partner in crime to “bullying”
Aldha (jahatnya,,,). Tetaplah suka gagang sayuran. Tetaplah suka Uttaran yang
gak tahu kapan tamatnya. Tetaplah jadi dirimu sendiri. Always listening, always understanding (bukan iklan). Hehe,,,
Di hari yang berbahagia ini aku
berharap semoga kamu mendapat umur yang berkah, semakin istiqomah beribadah, sehat
selalu, lancar menuju sidang skripsi, rezeki yang melimpah (jangan lupa
sedekah), makin care sama keluarga,
dan makin dewasa bersikap.
Kium
sayang selalu,,,
Mba
Selvi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar